1965: BISAKAH PKI MEMBANTAI 20 JUTA?
Taufiq Ismail
Di atas halaman buku sejarah partai politik dunia, berceceran bercak darah yang ditinggalkan partai Marxis-Leninis-Maois, dan juga bermacam variannya di 65 negara. Kaukasia, Ukraina, Polandia, Yugoslavia, Azerbaijan, Indonesia, Yaman, Congo, Mozambique, Ghana, Cuba adalah 11 contoh nama dari 65 negara yang tersebar di benua Eropa, Asia, Afrika dan Amerika di atas bumi kita ini yang diceceri darah itu.
Tidak ada satu pun partai politik lain yang dapat menandingi rekor pembantaian yang dilakukan mereka itu, yang masuk secara terselubung mau pun berjelas-jelas dalam program kerja mereka, yaitu perebutan kekuasaan secara revolusi berdarah lewat pertentangan kelas menuju diktatur proletariat, baik di abad 20 ini mau pun di abad-abad sebelumnya.
Tidak juga gabungan dari korban berbagai perang penjajahan, perang saudara, konflik pemeluk agama dari abad mana pun, sejak dari Conquistadores, pembantaian Hari St. Bartholomew, kekejaman Spanyol di Belanda, Drogheda dan Glencoe, penjarahan Mongol, Indian Mutiny, Sungai Darah Afrika Selatan, pembabatan Indian, dan seterusnya, yang akan dapat menandingi jumlah pembantaian yang dikerjakan Partai Komunis dunia, dalam jangka waktu yang sama, yaitu kurang sedikit satu abad lamanya.
Mari kita hitung korban di Rusia dan Cina. Ambillah angka Iosef Dyadkin (publikasi Samizdat), peneliti sejarah Rusia yang menemukan angka 52,1 juta rakyat Rusia yang dibantai rezim Marxis, lalu Anthony Lutz yang mencatat 60 juta rakyat Cina yang dihabisi pemerintahnya, berjumlah 112, 1 juta orang. Peneliti lain, James Nihan menemukan angka 105 juta (The Marxist Empire) dan Rummel 95,2 juta (Religion and Society Report), untuk seluruh dunia.
Dari keempat sumber di atas, maka jika diambil rata-rata yang dibulatkan ke bawah saja, maka kita peroleh angka 100 juta. Berarti di abad 20 partai Marxis-Leninis-Maois ini, atas nama ideologinya, menghabisi nyawa rata-rata 2.739 orang setiap harinya. Sangat tidak masuk akal sehat bahwa sebuah partai yang mengaku menghormati demokrasi dan HAM, melakukan hal tersebut. Ideologi ini memang anti demokrasi, anti HAM dan anti Tuhan.
Kalau TAP MPRS 1966 no XXV dicabut, dan dengan demikian PKI dilegalkan kembali, maka PKI-Baru ini akan berbohong besar lagi dengan mengaku bahwa mereka demokratis, menghormati HAM dan hak orang beragama. Bila ini terjadi, maka kita, yang bersedia kena tipu empat kali, jadilah bangsa keledai yang dungu secara paripurna.
Empat kali itu adalah, pertama, Peristiwa Tiga Daerah (1945), kedua, Pemberontakan Madiun (1948), ketiga, Pengkhianatan Gestapu (1965) dan keempat, Pencabutan TAP MPRS 1966 no XXV (2000), yang berarti fajar menyingsing kebangkitan PKI-Baru. Peristiwa Tiga Daerah (Tegal, Brebes dan Pemalang), karena kalah kejam ketimbang Pemberontakan Madiun, sering kita lupakan.
Angka pembantaian dari 13 negara
Rezim Marxis-Leninis Uni Soviet melancarkan perang di luar Rusia 4 kali. Dua kali di Polandia (1920 dan 1939), Finlandia (1939-40), Cina (1969) dan Afghanistan (1979). Di Finlandia 200.000 orang dibantai. Di negara-negara komunis Eropa Timur yang berontak, ribuan orang dihabisi. Di perbatasan RRC, sesama negeri komunis, ribuan pula yang dibunuhi. Ke Afghanistan Brezhnev, Andropov, Chernenko dan Gorbachev mengirim tank, bom napalm dan boneka-bonekaan yang bisa meledak, yang membunuh, membakar dan melumpuhkan 15.000 anak-anak Afghan.
Di dalam Revolusi Kebudayaan di RRC, menurut catatan Encyclopedia of Military History (1987-88) rezim komunis Cina telah membunuh 450.000 penduduk sipil dan 50.000 serdadunya.
Tiga negara Baltik (Latvia, Estonia dan Lithuania) dibelenggu oleh rezim komunis di tahun 1940 dan pada tahun itu 135.000 orang dibantai oleh pemerintah Marxis yang baru berkuasa. Sepanjang 47 tahun represi Marxis, beribu-ribu pula orang Baltik mati menjadi korban kekerasan negara komunis.
Negara Burundi di Afrika menjadi komunis di tahun 1966. Penekanan rezim Marxis yang luarbiasa menyebabkan pecahnya pemberontakan di tahun 1972-73. Pemerintah Marxis membantai 160.000 orang, dan yang melarikan diri ke luar perbatasan 100.000 penduduk.
Di Cekoslowakia, 1968, ketika negara itu sudah 20 tahun Marxis-Leninis, terjadilah gelombang ketidakpuasan rakyat. Ceko diserbu oleh pasukan Uni Soviet dan Pakta Warsawa. Mereka membantai ribuan pemuda dan buruh. Akibat luarbiasa buruk bagi bangsa Ceko ialah bahwa kemudian bangsa itu mengidap penyakit angka bunuh diri tertinggi di dunia: 25 kasus bunuh diri untuk setiap 100.000 penduduk. Angka bunuh diri di Amerika Serikat adalah 12 kasus untuk setiap 100.000 penduduk. Untuk mengelak dari teror, ketakutan, masa depan suram dan rendahnya taraf hidup, rakyat Ceko (seperti rakyat Hongaria) mengambil jalan pintas lewat bunuh diri.
Orang nomor satu Marxis, bos komunis Yaman Selatan Salim Rubaya Ali, dibunuh oleh sesama Marxis dalam tembak-menembak di jalan raya, sehingga banyak pejalan kaki tewas pula. Itu terjadi di tahun 1978. Delapan tahun kemudian, 1986, di Aden berlangsung baku-tembak mengerikan di antara dua kelompok Marxis Yaman Selatan, yang mencabut nyawa 15.000 orang. Yang bertarung adalah mantan presiden Marxis Abdul Fatah Ismail, yang digusur oleh diktator baru komunis, presiden Ali Nasser Muhammad al-Hasani, dalam tiga kali perebutan kekuasaan. Perang saudara antar-Marxis ini menggunakan tank, senapan mesin, meriam dan kapal terbang. Judul tajuk rencana New York Times (17 Januari 1986) berbunyi "Amuk Leninisme di Yaman."
Ketika Yugoslavia jatuh ke cengkeraman komunis di akhir Perang Dunia II, partisan Marxis anak buah Marskal Tito membantai 500.000 orang bangsanya sendiri. Banyak anggota pasukan lawan luka-luka yang sedang dirawat, langsung dibawa keluar dari hospital, lalu dihabisi.
Selama 37 tahun rezim Marxis mengambil-alih Tibet, sejuta penduduk Tibet telah dihabisi RRC, begitu ucap Dalai Lama di Newsweek, Oktober 1987. Di negara Angola (Afrika), dalam masa 4 tahun pertama kekuasaan Marxis, sekitar 250.000 penduduk kulit hitam dibantai pasukan Angola dibantu tentara Kuba. Di Mozambique, dalam perebutan kekuasaan berdarah 1974 oleh kelompok komunis, diberitakan di Los Angeles Times (Don Shannon) bahwa 900.000 rakyat mati dalam perang saudara, dan 6 juta terusir dari kampung halaman.
Hongaria menjadi komunis di tahun 1956, dan Tentara Merah Uni Uni Soviet yang menyerbu masuk, membantai 25.000 pemuda dan kaum buruh setempat. Mereka dikenal sebagai "Pejuang Kemerdekaan" (Freedom Fighters). Dari mereka 500 orang dihukum gantung. Beberapa puluh di antara mereka, karena belum cukup umur, menunggu beberapa tahun sebelum leher mereka dibelit tali di tiang gantungan rezim Marxis-Leninis.
Sedih sekali kenyataan bahwa negeri ini, yang anak muda dan kaum buruhnya begitu berani melawan pendudukan Tentara Merah Uni Uni Soviet yang menyerbu masuk membantu orang komunis setempat, seperti diabaikan saja oleh dunia luar. Selepas itu (tahun 1970-an) angka bunuh diri di Hongaria naik tiga kali lipat, sampai dengan angka 5.000 bunuh diri setahunnya, dan 50.000 percobaan bunuh diri yang gagal. Hidup di dalam tekanan dan di bawah injakan rezim Marxis yang anti-demokrasi dan HAM, tidak tertahankan oleh rakyat kebanyakan, yang tidak pula beriman pada Tuhan. Jalan pintasnya bunuh diri, seperti yang mewabah di Cekoslowakia.
Sejak kup 1978, Afghanistan Marxis telah membantai 1,2 juta penduduknya sendiri, hasil kerjasama lebih dari 10 tahun serdadu Uni Soviet dan Afghan merah. Kaum Marxis itu menghalau lebih dari lima juta rakyat Afghan ke kamp pengungsian di Pakistan dan Iran. Tidak puas meratakan pedesaan Afghan, pesawat tempur Rusia membom lagi pengungsi yang tak berdaya di ratusan kemah pengungsi di perbatasan Pakistan.
Kelompok komunis Khmer Rouge merebut Pnom Penh dan Kampuchea jadi merah di tahun 1978. Menurut Joel Charny, direktur Oxfam wilayah Asia, diperkirakan 500.000 rakyat Kampuchea dibantai (1970-75) dan sejuta dibunuh atau kerja paksa sampai mati oleh Khmer Rouge (1975-79). Khmer Rouge dipersenjatai oleh rezim RRC Marxis. Selanjutnya sejuta lagi rakyat Kampuchea dibantai sepanjang masa pendudukan pasukan Vietnam Utara komunis. Serdadu Vietnam Utara bergerak merampas Kampuchea dari kekuasaan rekannya sesama komunis. Pecah perang lagi. Tewaslah 30.000 orang Kampuchea dan 25.000 orang Vietnam. Bila dulu Amerika menggunakan bom napalm membunuhi orang Vietnam, kini pasukan Vietnam memakai bom kimia beracun untuk membantai rekannya sesama Marxis Khmer Rouge.
Pengarahan dari Lenin
Tujuan setiap partai Marxis-Leninis-Maois adalah merebut kekuasaan di negara mereka masing-masing, dengan cara berdarah. Bagi mereka, apa pun cara untuk mencapai tujuan adalah halal, termasuk membunuh, juga sesama Marxis. Adakah batas persentase korban ditetapkan oleh Moskow? Ada. Lenin memberi petunjuk: "Tidak soal bila tiga perempat dunia habis, asal seperempat yang tinggal itu komunis." (Schwarz, You Can Trust the Communist, 1972). Jadi 100 juta yang dibantai Marxis-Leninis-Maois di abad 20 ini masih jauh di bawah minimum.
Partai Komunis Amerika yang sangat yakin bahwa pada suatu masa mereka akan menang (Schwarz, YCTtC, 1972), di tahun 50-an pernah membuat pernyataan bahwa bila mereka "berhasil menguasai Amerika Serikat, mereka perlu membunuh (would need to put to death) sepertiga rakyat Amerika Serikat" (artinya itu 55 juta orang). Statemen secongkak ini, memang karakter sehari-hari Marxis-Leninis seluruh dunia, termasuk dulu di Indonesia.
Seorang penyair Pnom Penh secara ajaib berhasil lolos dari lubang jarum, lari dari neraka dunia "Ladang Pembantaian" Kampuchea di awal 90-an. Dari Bangkok dia terbang ke Iowa City. Diberitahu bahwa saya orang Indonesia, kami langsung akrab. Penyair kurus-kering itu bercerita bahwa komunis Kampuchea geram sekali PKI tak berhasil merebut kekuasaan di tahun 1965. Waktu itu dia mendengar dari orang-orang Khmer Merah itu, bahwa kalau PKI menang, paling kurang 15 % atau seperenam rakyat Indonesia yang anti-komunis akan dibantai PKI (artinya itu 20 juta orang). Khmer Merah sendiri membantai 2,5 juta orang sebangsa, hampir separuh jumlah rakyat Kampuchea.
Saya langsung teringat pada lubang perlindungan terhadap kemungkinan serangan udara Inggeris semasa konfrontasi Malaysia, yang diharuskan digali di pekarangan rumah, yang dulu dicurigai adalah untuk kubur yang praktis bagi PKI untuk menjagal rakyat bila mereka menang, Di tahun 1992, sehabis mendengar cerita teman saya penyair Kampuchea itu, dengan ucapan "wooo, begitu", yakinlah saya bahwa memang lubang perlindungan itu akan jadi kubur rakyat Indonesia yang anti Marxis-Leninis. Ternyata kita pernah mereka tipu menggali kubur sendiri, yang tak jadi dipakai karena gagalnya Gestapu.
Sesumbarnya Partai Komunis Amerika akan menghabisi sepertiga bangsanya bila mereka berkuasa (55 juta), dan informasi dari Kampuchea bahwa PKI akan membantai paling kurang 20 juta rakyat Indonesia bila mereka menang, tidak mustahil karena di 64 negara lain perangai haus darah Marxis-Leninis itu sudah menjadi fakta sejarah.
Taksiran angka pembantaian 20 juta bagi PKI tahun 1965 (partai Marxis-Leninis-Maois terbesar di dunia di luar blok komunis), masih di bawah limit petunjuk Lenin dan sebandinglah dengan angka 52,1 juta untuk Uni Soviet dan 60 juta bagi RRC. Gengsi PKI akan naik karenanya.
Kalau itu terjadi, maka ke Komnas HAM di tahun 2000 akan menghadap delegasi yang menuntut pengusutan terhadap pembantaian 20 juta rakyat anti komunis yang dilakukan PKI, ketika Gestapu sukses berlangsung di tahun 1965. Komnas HAM akan luar biasa repot menghadapi tuntutan ini. ***
(Forum, no.7, tahun IX, 21 Mei 2000)